Munafakat
Kata nikah berasal dari bahasa arab yang berarti bertemu,
berkumpul. Menurut istilah nikah ialah suatu ikatan lahir batin
antara seorang laki-laki dan perempuan untuk hidup bersama dalam suatu rumah
tangga melalui aqad yang dilakukan menurut hukum syariat Islam.
Menurut U U No : 1 tahun 1974, Perkawinan ialah ikatan lahir batin
antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk
rumah tangga (keluarga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan YME.
Keinginan untuk menikah adalah fitrah manusia, yang berarti sifat pembawaan
manusia sebagai makhluk Allah SWT. Setiap manusia yang sudah dewasa dan sehat
jasmani rokhaninya pasti membutuhkan teman hidup yang berlainan jenis, teman
hidup yang dapat memenuhi kebutuhan biologis yang dapat dicintai dan mencintai,
yang dapat mengasihi dan dikasihi, yang dapat diajak bekerja sama untuk
mewujudkan ketentraman, kedamaian dan kesejahteraan hidup berumah tangga.
Rasulullah SAW bersabda :
يَا مَعْشَرَ
الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ
أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ
بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ (رواه البخارى و مسلم)
Artinya :”Hai para pemuda, barang
siapa diantara kamu telah sanggup menikah, maka nikahlah. Karena nikah itu
dapat menundukkan mata dan memelihara faraj (kelamin) dan barang siapa tidak
sanggup maka hendaklah berpuasa karena puasa itu dapat melemahkan syahwat”.
(HR. Bukhori Muslim)
A. HUKUM NIKAH
Menurut sebagian besar ulama, hukum asal nikah
adalah mubah, artinya boleh dikerjakan dan boleh ditinggalkan. Meskipun
demikian ditinjau dari segi kondisi orang yang akan melakukan pernikahan, hukum
nikah dapat berubah menjadi wajib, sunat, makruh dan haram. Adapun penjelasannya adalah sebagi
berikut :
1. Jaiz,
artinya dibolehkan dan inilah yang menjadi dasar hukum nikah.
2. Wajib, yaitu
orang yang telah mampu/sanggup menikah sedangkan bila tidak menikah khawatir
akan terjerumus ke dalam perzinaan.
3. Sunat, yaitu
orang yang sudah mampu menikah namun masih sanggup mengendalikan dirinya dari
godaan yang menjurus kepada perzinaan.
4. Makruh,
yaitu orang yang akan melakukan pernikahan dan telah memiliki keinginan atau
hasrat tetapi ia belum mempunyai bekal untuk memberikan nafkah tanggungan-nya.
5. Haram, yaitu
orang yang akan melakukan perkawinan tetapi ia mempunyai niat yang buruk,
seperti niat menyakiti perempuan atau niat buruk lainnya.
B. TUJUAN NIKAH
Secara umum tujuan pernikahan menurut Islam adalah untuk memenuhi hajat manusia
(pria terhadap wanita atau sebaliknya) dalam rangka mewujudkan rumah tangga
yang bahagia, sesuai dengan ketentuan-ketentuan agama Islam. Secara umum tujuan pernikahan dalam Islam dalam diuraikan sebagai berikut:
1. Untuk memperoleh kebahagiaan dan
ketenangan hidup (sakinah). Ketentraman dan kebahagiaan adalah idaman setiap
orang. Nikah merupakan salah satu cara supaya hidup menjadi bahagia dan
tentram. Allah SWT
berfirmanYang Artinya :” Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung
dan merasa tenteram kepadanya. “.(Ar-Rum : 21)
2. Membina rasa cinta dan kasih
sayang. Nikah merupakan salah satu cara untuk membina kasih sayang antara
suami, istri dan anak. ( lihat QS. Ar- Rum : 21 yang Artinya :”Dan
dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. “)
3. Untuk
memenuhi kebutuhan seksual yang syah dan diridhai Allah SWT
4. Melaksanakan
Perintah Allah swt. Karena melaksanakan perintah Allah swt maka menikah akan
dicatat sebagai ibadah. Allah swt., berfirman yang Artinya :" Maka nikahilah perempuan-perempuan yang kamu sukai". (An-Nisa' : 3)
5. Mengikuti
Sunah Rasulullah saw. Rasulullah saw., mencela orang yang hidup membujang dan
beliau menganjurkan umatnya untuk menikah. Sebagaimana sabda beliau dalam
haditsnya:
أَلنِّكَاحُ
سُنَّتِى فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِى فَلَيْسَ مِنِّى (رواه البخارى و مسلم)
Artinya
:"Nikah itu adalah sunahku, barang siapa tidak
senang dengan sunahku,
maka bukan golonganku".
(HR. Bukhori dan Muslim)
6. Untuk
memperoleh keturunan yang syah. Allah swt., berfirman yang Artinya :” Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia “.
(Al-Kahfi : 46)
Sebelum pernikahan berlangsung dalam agama Islam tidak mengenal istilah
pacaran akan tetapi dikenal dengan nama “khitbah”. Khitbah atau peminangan
adalah penyampaian maksud atau permintaan dari seorang pria terhadap seorang
wanita untuk dijadikan istrinya baik secara langsung oleh si peminang atau oleh
orang lain yang mewakilinya. Yang diperbolehkan selama khitbah, seorang
pria hanya boleh melihat muka dan telapak tangan. Wanita yang dipinang berhak
menerima pinangan itu dan berhak pula menolaknya. Apabila pinangan diterima,
berarti antara yang dipinang dengan yang meminang telah terjadi ikatan janji
untuk melakukan pernikahan. Semenjak diterimanya pinangan sampai dengan
berlangsungnya pernikahan disebut dengan masa pertunangan. Pada masa pertungan
ini biasanya seorang peminang atau calon suami memberikan suatu barang kepada
yang dipinang (calon istri) sebagai tanda ikatan cinta yang dalam adat istilah
Jawa disebut dengan peningset.
Hal yang perlu disadari oleh pihak-pihak yang bertunangan adalah selama
masa pertunangan, mereka tidak boleh bergaul sebagaimana suami istri karena
mereka belum syah dan belum terikat oleh tali pernikahan. Larangan-larang agama
yang berlaku dalam hubungan pria dan wanita yang bukan muhrim berlaku
pula bagi mereka yang berada dalam masa pertunangan.
Adapun wanita-wanita yang haram dipinang
dibagi menjadi 2 kelolmpok yaitu :
- Yang haram dipinang dengan cara
sindiran dan terus terang adalah wanita yang termasuk muhrim, wanita yang masih
bersuami,wanita yang berada dalam masa iddah talak roj’i dan wanita yang sudah
bertunangan.
- Yang haram dipinang
dengan cara terus terang, tetapi dengan cara sindiran adalah wanita yang berada
dalam iddah wafat dan wanita yang dalam iddah talak bain (talak tiga).
C. RUKUN NIKAH
DAN SYARATNYA.
Syah atau
tidaknya suatu pernikahan bergantung kepada terpenuhi atau tidaknya rukun
serta syarat nikah. ( lihat tabel )
TABEL : 1
RUKUN
|
SYARATNYA
|
1. Calon
Suami
|
B beragama Islam
A atas kehendak sendiri
Bukan
muhrim
Tidak sedang ihrom haji
|
2. Calon
Istri
|
Beragama Islam
Tidak terpaksa
B b
ukan Muhrim
Tidak
bersuami
Tidak
sedang dalam masa idah
Tidak
sedang ihrom haji atau umroh
|
3. Adanya
Wali
|
a.
Mukallaf (Islam, dewasa, sehat akal)
(Ali Imron : 28)
b. Laki-laki merdeka
c. Adil
d. Tidak sedang ihrom haji atau umroh
|
4. Adanya
2 Orang Saksi
|
-
Syaratnya sama dengan no : 3
|
5. Adanya
Ijab dan Qobul
|
Dengan kata-kata
" nikah " atau yang
semakna dengan itu.
Berurutan antara Ijab dan Qobul
|
Keterangan :
- Contoh Ijab :
Wali perempuan berkata kepada pengantin laki-laki : "Aku nikahkan anak
perempuan saya bernama si Fulan binti …… dengan ....... dengan mas
kawin seperangkat sholat dan 30 juz dari mushaf Al-Qur’an".
أَنْكَحْتُكَ
وَزَوَّجْتُكِ فُلاَنَة بِنْتِ ... بِمَهْرِ عَدَوَاتِ الصَّلاَةِ وَثَلاَثِيْنَ
جُزْأً مِنْ مُصْحَافِ الْقُرْاَنِ حَالاً
- Contoh Qobul : Calon suami menjawab: "Saya
terima nikah dan perjodohannya dengan diri saya dengan mas kawin
tersebut di depan". Bila dilafalkan dengan bahasa arab sebagai berikut
:
قَبِلْتُ نِكَحَهَا وَتَزْوِجَهَا
لِنَفْسِى بِالْمَهْرِ الْمَذْكُوْرِ
- Perempuan yang
menikah tanpa seizin walinya maka nikahnya tidak syah.
Rasulullah saw, bersabda : Artinya :"Perempuan mana
saja yang menikah tanpa seizin walinya maka pernikahan itu batal (tidak
syah)". (HR. Empat Ahli Hadits kecuali Nasai).
Saksi harus benar-benar adil. Rasulullah saw.,
bersabda :
لاَنِكَاحَ إِلاَّ بِوَلِيٍّ
وَشَاهِدَى عَدْلٍ (روه احمد )
Artinya:"Tidak
syah nikah seseorang melainkan dengan wali dan 2 orang saksi yang
adil". (HR. Ahmad)
Setelah selesai aqad nikah biasanya diadakan walimah, yaitu pesta pernikahan.
Hukum mengadakan walimah adalah sunat muakkad. Rasulullah SAW bersabda :”Orang
yang sengaja tidak mengabulkan undangan berarti durhaka kepada Allah dan
RasulNya’. (HR. Bukhori)
MUHRIM
Menurut
pengertian bahasa muhrim berarti yang diharamkan. Menurut Istilah dalam ilmu
fiqh muhrim adalah wanita yang haram dinikahi. Penyebab wanita yang haram dinikahi
ada 4 macam :
1. Wanita yang
haram dinikahi karena keturunan
a. Ibu kandung dan seterusnya ke
atas (nenek dari ibu dan nenek dari ayah).
b. Anak perempuan kandung dan
seterusnya ke bawah (cucu dan seterusnya).
c. Saudara perempuan sekandung
(sekandung, sebapak atau seibu).
d. Saudara
perempuan dari bapak.
e. Saudara
perempuan dari ibu.
f. Anak perempuan dari saudara laki-laki dan seterusnya ke bawah.
g. Anak perempuan dari saudara
perempuan dan seterusnya ke bawah.
2. Wanita yang
haram dinikahi karena hubungan sesusuan
a. Ibu yang
menyusui.
b. Saudara
perempuan sesusuan
3. Wanita yang
haram dinikahi karena perkawainan
a. Ibu dari
istri (mertua)
b. Anak tiri (anak dari istri dengan
suami lain), apabila suami sudah kumpul dengan ibunya.
c. Ibu tiri (istri dari ayah), baik
sudah di cerai atau belum. Allah SWT berfirman yang
Artinya: “Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita
yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau.
Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan
(yang ditempuh)”. (An-Nisa: 22)
d. Menantu (istri dari anak
laki-laki), baik sudah dicerai maupun belum.
4. Wanita yang
haram dinikahi karena mempunyai pertalian muhrim dengan istri.
Misalnya haram
melakukan poligami (memperistri sekaligus) terhadap dua orang bersaudara,
terhadap perempuan dengan bibinya, terhadap seorang perempuan
dengan kemenakannya. (lihat An-Nisa : 23)
Wali nikah di bagi menjadi 2
macam yaitu wali nasab dan wali hakim :
1. Wali nasab yaitu wali yang mempunyai pertalian darah dengan mempelai wanita yang akan
dinikahkan. Adapun
Susunan urutan wali nasab adalah sebagai berikut :
a. Ayah
kandung, ayah tiri tidak syah jadi wali
b. Kakek (ayah
dari ayah mempelai perempuan) dan seterusnya ke atas
c. Saudara
laki-laki sekandung
d. Saudara
laki-laki seayah
e. Anak laki-laki dari saudara
laki-laki sekandung
f. Anak laki-laki dari saudara
laki-laki seayah
g. saudara laki-laki ayah yang
seayah dengan ayah
h. Anak laki-laki dari sdr laki-laki
ayah yang sekandung dengan ayah
i. Anak laki-laki dari saudara
laki-laki ayah yang seayah dengan ayah
2. Wali
hakim, yaitu seorang kepala Negara yang beragama Islam. Di Indonesia,
wewenang presiden sebagai wali hakim di limpahkan kepada pembantunya yaitu
Menteri Agama. Kemudian menteri agama mengangkat pembantunya untuk bertindak
sebagai wali hakim, yaitu Kepala Kantor Urusan Agama Islam yang berada di
setiap kecamatan. Wali hakim bertindak sebagai wali nikah apabila memenuhi
kondisi sebagai berikut :
a. Wali nasab benar-benar tidak ada
b. Wali yang lebih dekat (aqrob)
tidak memenuhi syarat dan wali yang lebih jauh (ab’ad) tidak ada.
c. Wali aqrob bepergian jauh dan tidak
memberi kuasa kepada wali nasab urutan berikutnya untuk berindak sebagai wali
nikah.
d. Wali nasab sedang berikhram haji
atau umroh
e. Wali nasab menolak bertindak
sebagi wali nikah
f. Wali yang lebih dekat masuk
penjara sehingga tidak dapat bertindak sebagai wali nikah
g. Wali yang lebih dekat hilang
sehingga tidak diketahui tempat tinggalnya.
Wali hakim berhak untuk bertindak sebagai wali
nikah, sesuai dengan sabda Rasulullah SAW yang artinnya :”Dari Aisyah r.a.
berkata, Rasulullah SAW bersabda : Tidak sah nikah seseorang kecuali dengan
wali dan dua orang saksi yang adil, jika wali-wali itu menolak jadi wali nikah
maka sulthan (wali hakim) bertindak sebagi wali bagi orang yang tidak mempunyai
wali”.(HR. Darulquthni)
D.
KEWAJIBAN SUAMI ISTRI
Agar tujuan
pernikahan tercapai, suami istri harus melakukan kewajiban-kewajiban hidup
berumah tangga dengan sebaik-baiknya dengan landasan niat ikhlas karena Allah
SWT semata. Allah SWT berfirman yang Artinya: “Kaum laki-laki itu adalah
pemimpin bagi kaum wanita, karena Allah telah melebihkan sebagian mereka atas
sebagian yang lain dan karena laki-laki telah menafkahkan sebagian dari harta
mereka”. (An-Nisa : 34).
Rasulullah
SAW juga bersabda yang artinya: “Istri adalah penaggung jawab rumah tangga
suami istri yang bersangkutan”. (HR. Bukhori Muslim).
Secara umum
kewajiban suami istri adalah sebagi berikut :
Kewajiban Suami
Kewajiban suami yang terpenting adalah :
a. Memberi nafkah, pakaian dan tempat
tinggal kepada istri dan anak-anaknya sesuai dengan kemampuan yang diusahakan
secara maksimal.(lihat At-Thalaq:7)
b. Bergaul dengan istri secara
makruf, yaitu dengan cara yang layak dan
patut misalnya dengan kasih
sayang, menghargai, memperhatikan dan sebagainya.
c. Memimpin keluarga, dengan cara
membimbing, memelihara semua anggota keluarga dengan penuh tanggung
jawab. (Lihat An-Nisa : 34)
d. Membantu istri dalam tugas
sehari-hari, terutama dalam mengasuh dan mendidik anak-anaknya agar menjadi
anak yang shaleh. (At-Tahrim:6)
Kewajiban Istri
a. Patuh dan
taat pada suami dalam batas-batas yang sesuai dengan ajaran Islam. Perintah
suami yang bertentangan dengan ajaran Islam tidak wajib di taati.
b. memelihara dan menjaga kehormatan
diri dan keluarga serta harta benda suami.
c. Mengatur rumah tangga dengan baik
sesuai dengan fungsi ibu sebagai kepala rumah tangga.
d. Memelihara dan mendidik anak
terutama pendidikan agama. Allah swt, berfirman yang Artinya :"Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka". (At-Tahrim : 6)
e. Bersikap hemat, cermat, ridha dan
syukur serta bijaksana pada suami.
E. TALAK
1. Pengertian dan Hukum Talak. Menurut bahasa talak berarti melepaskan
ikatan. Menurut istilah talak ialah lepasnya ikatan pernikahan dengan
lafal talak. Asal hukum talak adalah makruh, sebab merupakan perbuatan
halal tetapi sangat dibenci oleh Allah swt. Nabi Muhammad saw, bersabda :
أَبْغَضُ الْحَلاَلِ عِنْدَ اللهِ
الطَّلاَقُ (رواه ابوداود)
Artinya
:"Perbuatan halal tetapi paling dibenci oleh Allah adalah talak".
(HR. Abu Daud).
Hal-hal yang harus dipenuhi dalam talak ( rukun
talak) ada 3 macam :
a. Yang menjatuhkan talak(suami),
syaratnya: baligh, berakal dan kehendak sendiri.
b. Yang dijatuhi talak adalah
istrinya.
c. Ucapan talak, baik dengan cara sharih
(tegas) maupun dengan cara kinayah (sindiran).
Cara sharih: misalnya
“saya talak engkau!” atau “saya cerai engkau!”. Ucapan talak dengan cara sharih
tidak memerlukan niat. Jadi kalau suami mentalak istrinya dengan cara sharih,
maka jatuhlah talaknya walupun tidak berniat mentalaknya.
Cara kinayah: misalnya
“Pulanglah engkau pada orang tuamu!”, atau “Kawinlah engkau dengan orang lain,
saya sudah tidak butuh lagi kepadamu!”, Ucapan talak cara kinayah memerlukan
niat. Jadi kalau suami mentalak istrinya dengan cara kinayah, padahal
sebenarnya tidak berniat mentalaknya, maka talaknya tidak jatuh.
2. Lafal dan Bilangan Talak.
Lafal talak dapat diucapkan/dituliskan dengan
kata-kata yang jelas atau dengan kata-kata
sindiran. Adapun bilangan talak maksimal 3 kali, talak satu dan talak dua masih
boleh rujuk (kembali) sebelum habis masa idahnya dan apabila
masa idahnya telah habis maka harus dengan akad nikah lagi. (lihat Al-Baqoroh
: 229). Pada talak 3 suami tidak boleh rujuk dan
tidak boleh nikah lagi sebelum istrinya itu nikah dengan laki-laki
lain dan sudah digauli serta telah ditalak oleh suami keduanya itu".
3. Macam-Macam Talak. Talak
dibagi menjadi 2 macam yaitu :
a. Talak Raj'i yaitu talak dimana suami
boleh rujuk tanpa harus dengan akad nikah lagi. Talak raj’I ini dijatuhkan
suami kepada istrinya untuk pertama kalinya atau kedua kalinya dan suami boleh
rujuk kepada istri yang telah ditalaknya selam masih dalam masa iddah.
b. Talak Bain. Talak bain dibagi
menjadi 2 macam yaitu talak bain sughro dan talak bain kubra.
v Talak
bain sughro yaitu talak yang dijatuhkan kepada istri yang belum
dicampuri dan talak khuluk (karena permintaan istri). Suami istri boleh
rujuk dengan cara akad nikah lagi baik masih dalam masa idah atau
sudah habis masa idahnya.
v Talak
bain kubro yaitu talak yang dijatuhkan suami sebanyak tiga kali (talak
tiga) dalam waktu yang berbeda. Dalam talak ini suami tidak boleh
rujuk atau menikah dengan bekas istri kecuali dengan
syarat :
·
Bekas istri telah menikah lagi dengan laki-laki lain.
·
Telah dicampuri dengan suami yang baru.
·
Telah dicerai dengan suami yang baru.
·
Telah selesai masa idahnya setelah dicerai suami yang baru.
4. Macam-macam Sebab Talak. Talak
bisa terjadi karena :
a. Ila' yaitu sumpah
seorang suami bahwa ia tidak akan mencampuri istrinya. Ila' merupakan adat arab
jahiliyah. Masa tunggunya adalah 4 bulan. Jika sebelum 4 bulan sudah kembali
maka suami harus menbayar denda sumpah. Bila sampai 4 bulan/lebih hakim berhak
memutuskan untuk memilih membayar sumpah atau mentalaknya.
b. Lian, yaitu sumpah seorang suami yang menuduh istrinya berbuat zina. sumpah itu
diucapkan 4 kali dan yang kelima dinyatakan dengan kata-kata : "Laknat
Allah swt atas diriku jika tuduhanku itu dusta". Istri juga dapat menolak
dengan sumpah 4 kali dan yang kelima dengan kata-kata: "Murka Allah swt,
atas diriku bila tuduhan itu benar".
c. Dzihar, yaitu ucapan suami kepada istrinya yang berisi ”penyerupaan istrinya
dengan ibunya” seperti : "Engkau seperti punggung ibuku
". Dzihar merupakan adat jahiliyah yang dilarang Islam sebab
dianggap salah satu cara menceraikan istri.
d. Khulu' (talak tebus) yaitu talak yang diucapkan oleh suami dengan cara istri
membayar kepada suami. Talak tebus biasanya atas kemauan istri. Penyebab
talak antara lain :
Ø Istri sangat benci kepada
suami.
Ø Suami tidak dapat memberi
nafkah.
Ø Suami tidak dapat
membahagiakan istri.
e. Fasakh, ialah rusaknya
ikatan perkawinan karena sebab-sebab tertentu yaitu :
o Karena rusaknya
akad nikah seperti :
§ diketahui bahwa istri
adalah mahrom suami.
§ Salah seorang suami /
istri keluar dari ajaran Islam.
§ Semula suami/istri
musyrik kemudian salah satunya masuk Islam.
o Karena rusaknya
tujuan pernikahan, seperti :
§ Terdapat unsur penipuan,
misalnya mengaku laki-laki baik ternyata penjahat.
§ Suami/istri mengidap
penyakit yang dapat mengganggu hubungan rumah tangga.
§ Suami dinyatakan hilang.
§ Suami dihukum penjara 5
tahun/lebih.
5. Hadhonah.
Hadhonah artinya mengasuh dan mendidik anak yang
masih kecil. Jika suami/istri bercerai maka yang berhak mengasuh anaknya
adalah :
a. Ketika masih kecil adalah ibunya
dan biaya tanggungan ayahnya.
b. Jika si ibu telah menikah lagi
maka hak mengasuh anak adalah ayahnya.
F. IDDAH
Secara bahasa iddah berarti
ketentuan. Menurut istilah iddah ialah masa menunggu bagi seorang wanita yang
sudah dicerai suaminya sebelum ia menikah dengan laki-laki lain. Masa iddah
dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada bekas suaminya apakah dia akan
rujuk atau tidak.
1. Lamanya Masa Iddah.
a. Wanita yang sedang hamil masa
idahnya sampai melahirkan anaknya. (Lihat QS. At-Talak :4)
b. Wanita yang tidak hamil,
sedang ia ditinggal mati suaminya maka masa idahnya 4 bulan 10
hari. (lihat QS. Al-Baqoroh ayat 234)
c. Wanita yang dicerai suaminya
sedang ia dalam keadaan haid maka masa idahnya 3 kali quru' (tiga kali
suci). (lihat QS. Al-Baqoroh : 228)
d. Wanita yang tidak haid atau belum
haid masa idahnya selama tiga bulan. (Lihat QS, At-Talaq :4 )
e. Wanita yang
dicerai sebelum dicampuri suaminya maka
baginya tidak ada masa iddah. (Lihat QS. Al-Ahzab : 49)
2. Hak Perempuan Dalam Masa Iddah.
a. Perempuan yang taat dalam iddah
raj'iyyah (dapat rujuk) berhak mendapat dari suami yang mentalaknya:
tempat tinggal, pakaian, uang belanja. Sedang wanita yang durhaka
tidak berhak menerima apa-apa.
b. Wanita dalam iddah bain
(iddah talak 3 atau khuluk) hanya berhak atas tempat tinggal saja.
(Lihat QS. At-Talaq : 6)
c. Wanita dalam iddah wafat tidak
mempunyai hak apapun, tetapi mereka dan anaknya berhak mendapat harta
waris suaminya.
G. RUJUK.
Rujuk artinya kembali. Maksudnya ialah kembalinya
suami istri pada ikatan perkawinan setelah terjadi talak raj'i dan masih
dalam masa iddah. Dasar hukum rujuk adalah QS. Al-Baqoroh: 229,
yang artinya sebagai berikut: "Dan suami-suaminya berhak merujukinya
dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki rujuk".
1. Hukum Rujuk.
Ø Mubah, adalah asal hukum
rujuk.
Ø Haram, apabila si istri
dirugikan serta lebih menderita dibanding sebelum rujuk.
Ø Makruh, bila diketahui
meneruskan perceraian lebih bermanfaat.
Ø Sunat, bila diketahui
rujuk lebih bermanfaat dibanding meneruskan perceraian.
Ø Wajib, khusus bagi
laki-laki yang beristri lebih dari satu.
2. Rukun Rujuk.
1. Istri,
syaratnya : pernah digauli, talaknya talak raj'i dan masih dalam masa iddah.
2. Suami,
syaratnya : Islam, berakal sehat dan tidak terpaksa.
3. Sighat
(lafal rujuk).
4. Saksi, yaitu
2 orang laki-laki yang adil.
H. PERKAWINAN MENURUT UU No: 1 tahun 1974.
1. Garis besar Isi UU No : 1 tahun
1974.
UU No : 1 tahun 1974 tentang Perkawinan terdiri
dari 14 Bab dan 67 Pasal.
2. Pencatatan Perkawinan
Dalam pasal 2 ayat 2 dinyatakan bahwa :
"Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku". Ketentuan tentang pelaksanaan
pencatatan perkawinan ini tercantun dalam PP No : 9 Tahun 1975 Bab II pasal 2
sampai 9.
3. Syahnya Perkawinan.
Dalam pasal 2 ayat 1 ditegaskan bahwa :
"Perkawinan adalah syah apabila dilakukan menurut hukum
masing-masing agamanya dan kepercayaanya itu".
4. Tujuan
Pekawinan.
Dalam Bab 1 pasal 1 dijelaskan bahwa tujuan perkawinan adalah untuk
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
5. Talak.
Dalam Bab VIII pasal 29 ayat 1 dijelaskan bahwa :
"Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah
pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil
mendamaikan kedua belah pihak.
6. Batasan
Dalam Berpoligami.
· Dalam
pasal 3 ayat 1 diljelaskan bahwa :"Pada dasarnya dalam suatu perkawinan
seorang pria hanya boleh mempunyai seorang istri. Seorang
wanita hanya boleh mempunyai seorang suami".
· Dalam
pasal 4 dan 5 ditegaskan bahwa dalam hal seorang
suami akan beristri lebih dari seorang ia wajib mengajukan permohonan kepada
pengadilan di daerah tempat tinggalnya.
· Pengadilan
hanya memberi ijin berpoligami apabila :
Ø Istri tidak dapat
menjalankan kewajibannya sebagai istri.
Ø Istri mendapat cacat
badan atau penyakit yang tidak bisa disembuhkan.
Ø Istri tidak dapat
melahirkan keturunan.
Ø Dalam pengajuan
berpoligami harus dipenuhi syarat-syarat :
Ø Adanya persetujuan dari
istri.
Ø Adanya
kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup
istri-istri dan anak-anak mereka.
Ø Adanya
jaminan bahwa suami akan belaku adil terhadap
istri-istri dan anak-anak mereka.
RANGKUMAN
1. Nikah ialah suatu ikatan lahir
batin antara seorang laki-laki dan perempuan untuk hidup bersama dalam suatu
rumah tangga melalui aqad yang dilakukan menurut hukum syariat Islam.
2. hukum nikah dapat berubah menurut
situasi dan kondisi, bisa menjadi wajib, sunat, makruh dan bisa juga menjadi
haram.
3. Agar tercapai kebahagiaan yang
sebenarnya yaitu keluarga yang sakinah, mawaddah dan warahmah, seorang muslim
dalam pernikahan harus memenuhi syarat dan rukun nikah.
4. Talak adalah suatu perbuatan yang
halal tapi sangat dibenci oleh Allah SWT.
5. Iddah ialah masa menunggu bagi
seorang wanita yang sudah dicerai suaminya sebelum ia menikah dengan laki-laki
lain. Masa iddah dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada bekas suaminya
apakah dia akan rujuk atau tidak.
KAMUS ISTILAH
a. Nikah = bertemu
b. Muhrim = orang yang haram
dinikahi
c. Talak = melepaskan
d. sharih = tegas
e. kinayah = sindiran
f. Hadhonah = mengasuh anak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar